Film Bidadari-Bidadari Surga
Satu
lagi film Indonesia yang menarik perhatian saya, Bidadari-Bidadari
Surga, karya sutradara Sony Gaokasak. Film ini mengambil kisah dari
novel yang berjudul sama, Bidadari-Bidadari Surga, karya Tere Liye. Saya
belum pernah membaca novelnya, entah sama atau tidak dengan film
beberapa menit lalu saya tonton. Padahal Bidadari-Bidadari Surga adalah
film yang tayang pada tahun lalu, 2012 *telat banget ripiunya*
Para Pemain
Entah ceritanya yang menarik atau sang
sutradaranya yang pandai memilih pemain, setting tempat dan lain-lain.
Yang jelas kolaborasi dari semuanya menghasilkan film yang begitu
‘menyentuh’ dan sanggup menyadarkan para penontonnya tentang arti
keluarga.
Untuk kesekian kalinya Nirina Zubir
membuktikan kepandaian aktingnya, terbukti ia sangat gemulai memerankan
tokoh utama dalam film tersebut. Nino Fernandez, Nadine Chandrawinata
tak kalah keren. Keren tampang juga akting, tentunya. Mereka bertiga
adalah tokoh yang menjadi sorotan dalam film Bidadari-Bidadari Surga. Yup,
aktor/akris utamanya sebagian memang bertampang bule yang ganteng dan
cantik. Bukan tanpa sebab, pemain berwajah bule diambil karena tuntutan
cerita di dalamnya.
Henidar Amroe, Rizky Hanggono, Chantiq
Schagerl, Mike Lewis, Juhana Sutisna, Frans Nicholas, Adam Zidni, Astri
Nurdin, Gary Iskak, Billy Boedjanger, adalah beberapa pemain yang turut
ambil peran dalam film tersebut. Semua pemain berkolaborasi dengan baik
menghasilkan film yang sangat apik. Lagi-lagi, itu juga pandapat pribadi
saya
Review Film Bidadari-Bidadari Surga
Film ini terdapat dua setting waktu. Kehidupan pada saat kecil dan seteleh dewasa. Berikut ini ulasan Bidadari-Bidadari Surga versi Tunsa
Kehidupan Saat Anak-anak
Di
sebuah desa terpencil hiduplah sebuah keluarga miskin. Rumahnya sekotak
kecil, hanya terbuat dari papan kayu yang mempunyai satu ruangan saja.
Rumah tersebut ditinggali 5 Orang anak dan satu Ibu (Henidar Amroe).
Dialah Laisa (Nirina Zubir) sebagai kakak pertama, Dalimunte (Nino
Fernandez), Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta (Nadine Chandrawinata).
Mereka masih kecil-kecil (diperankan oleh aktor/aktris lain). Dalimunte,
Ikanuri, Wibisana masih berseragam putih-merah. Sedangkan Yashinta
belum sekolah.
Dalimunte,
Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta mempunyai wajah tampan-tampan dan
cantik. Sedang Laisa mempunyai sosok yang tak sempurna, kulitnya hitam
dengan rambut yang semrawut. Itulah yang menyebabkan mereka sering
menjadi bahan gunjingan oleh orang-orang kampung. Tapi Laisa pandai
menyimpan kesedihan di depan adik-adiknya.
Hidup di daerah pegunungan yang
dikelilingi gunung batu membuat kehidupan mereka keras. Terlebih tidak
ada sosok “ayah” yang seharusnya menjadi sandaran bagi mereka. Sebagai
kakak tertua, Laisa menggantikan sang ayah mendidik adik-adiknya untuk
disiplin dan bekerja keras. Satu tujuan yang diinginkan Laisa,
adik-adiknya menjadi sukses agar tidak hanya menjadi penyadap karet
saja. Laisa yang berwatak keras dan tidak cengeng ini mendidik
adik-adiknya dengan keras. Tak patuh sedikit, pukulan kayu menghujani
mereka.
Dari ketiga adik laki-lakinya, Dalimunte
adalah adik yang paling penurut dan cerdas. Tidak seperti Ikanuri dan
Wibisana yang selalu bandel tidak mau mendengar nasihat Laisa. Hingga
pada puncaknya, Ikanuri dan Wibisana membangkang. Mereka mencerca dan
tidak lagi mematuhi nasihat Laisa. Laisa sedih, padahal sifat kerasnya
tersebut hanya agar adik-adiknya hidup bahagia kelak. Dibalik itu semua
Laisa menyayangi mereka. Laisa menyelamatkan Ikanuri dan Wibisana yang
hampir dimangsa Harimau hutan, lantaran mereka berdua kabur setelah
Laisa menghajarnya karena mengambil mangga milik Uwak mereka.
Tidak seperti kedua adiknya, kecerdasan
Dalimunte terlihat sejak kecil. Satu yang mencirikan dia, selalu membaca
buku. Kecerdasannya dibuktikan dengan ide merancang dan membuat kincir
air untuk menggerakkan generator pompa air. Pertama ia buat sendiri
dalam versi mini. Dan setelah diujicoba, akhirnya Dalimunte memutuskan
untuk membuat yang lebih besar untuk kampungnya. Dengan bantuan Uwak
(Paman) dan penduduk kampung, mereka mendirikan kincir air besar yang
terbuat dari kayu. Banyak yang meragukan hasil karyanya itu, termasuk
Dalimunte sendiri ketika ditanya warga, apakah kincir air itu bisa
bekerja atau tidak. Kak Laisa adalah satu-satunya orang yang mendukung
Dalimunte sekaligus meyakinkan warga bahwa kincir air itu pasti bekerja.
Yashinta, ia gadis cantik yang paling
kecil dari ke-empat saudaranya yang lain. Sejak kecil ia sangat suka
dengan hewan. Sangat suka cerita tentang kehidupan binatang dan
sejenisnya. Dengan bantuan Kak Laisa, Yashinta diajak melihat
berang-berang di sungai hutan. Yashinta ini yang paling dekat dengan
Laisa. Tentu saja, saat ditinggal ketiga kakak lelakinya, dia selalu
bersama Laisa.
Satu persamaan dari keluarga ini adalah
sama-sama pekerja keras dan ingin hidup sukses. Laisa adalah kakak yang
paling berjasa dikeluarga tersebut. Setiap hari, Laisa selalu
mengantarkan Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana ke jalan raya yang
terdapat kendaraan untuk mencapai sekolah. Namun, setelah sampai jalan
raya, adik laki-lakinya lebih memilih bekerja untuk mencari uang
membantu sang Ibu. Termasuk Dalimunte yang terlihat rajin belajar setiap
malam.
Kerja Keras Laisa
Pada suatu malam, Yashinta demam tinggi.
Laisa menggantikan Ibunya menjaga adik ragilnya itu dan menyuruh sang
ibu untuk istirahat. Tiba-tiba Yashinta kejang, Laisa berteriak
membangunkan seluruh anggota keluarga. Lalu ia pun pergi keluar mencari
bantuan. Dengan menerobos hujan tanpa payung, Laisa mencari bantuan
medis di kampung. Saking paniknya, ia terjatuh dan kakinya mengenai
bambu. Dengan gontai Laisa terus berjalan hingga akhirnya menemukan dua
orang mahasiswa kedokteran yang sedang KKN di desa dan segera mengajak
ke rumah untuk memeriksa Yashinta.
Beberapa saat kemudian, setelah
diperiksa dan diberi obat, kedua mahasiswa itu meninggalkan rumah
mereka. Ada satu pembicaraan yang ditangkap Laisa tatkala sang mahasiswa
hendak keluar rumah.
“Disini sejuk, seandainya penduduk kampung sini ada yang menanam strawberi pasti akan subur dan desa ini akan lebih maju”
Laisa mempunyai ide untuk mengawali
menanam strawberi, buah yang tidak dikenal warga kampung sana. Mereka
hanya mengenal jagung yang biasanya ditanam warga di ladang. Dengan
penuh optimis, Laisa menanam stawbery dengan modal uang biaya sekolah
Dalimunte dan adik-adiknya. Kegalauan pun timbul, warga pesimis akan ide
Laisa untuk menanam stawbery, meskipun ia telah mengatakan kepada
mereka bahwa strawberi adalah buah yang mempunyai nilai jual tinggi di
kota.
Ternyata memang tak mudah menanam
strawberi, beberapa bulan kemudian bukan panen yang ia dapat, tapi semua
tanaman stawbery Laisa mati. Tidak ada satupun yang berbuah. Mereka
kurang tahu bahwa menanam strawbery saat musim hujan itu bisa. Tentu
saja Laisa yang paling sedih, biaya sekolah adik-adiknya kini tidak
kembali, artinya Dalimunte dan adik-adiknya tak bisa melanjutkan
sekolah. Bukannya sedih, adik-adiknya justru senang ia tidak sekolah,
karena mereka bisa bekerja membantu orangtuanya. Mendengar kata-kata
Dalimunte seperti itu, Laisa marah besar. Ia tak membolehkan Dalimunte
dan adik-adiknya putus sekolah, ia ingin adik-adiknya menjadi orang
sukses.
Dalimunte pun menyetujui permintaan
Laisa, ia akan melanjutkan sekolah tahun depan dengan syarat Laisa juga
tidak boleh menyerah untuk menanam strawberi. Laisa menyanggupi, ia
mulai menanam kembali strawberibaru. Beberapa bulan kemudian terlihat
kemajuan. strawberi yang Laisa tanam tumbuh subur. Hidupnya semakin
membaik dengan strawberi yang ia tanam.
Kehidupan Saat Dewasa
Semua anggota keluarga telah melewati
fase anak-anak, kini mereka semua telah dewasa. Termasuk Yashinta, adik
paling kecil. Banyak perubahan terjadi. Gubuk kecil itu kini sudah
menjadi istana, rumah yang lebih layak untuk mereka tinggal. Mobil pun
sudah ada. Perkebunan strawberi Laisa sudah meluas. Ia mempunyai banyak
karyawan yang memanen strawberinya setiap hari. Dalimunte si cerdas kini
telah menjadi profesor diusianya yang masih muda. Ikanuri dan Wibisana
pun sudah menjadi orang sukses. Yashinta si penyayang binatang kini
bekerja sebagai seorang ilmuan peneliti elang.
Namun ada sesuatu yang tidak berubah
dari kecil hingga mereka dewasa. Yaitu Laisa. Meskipun sudah kaya, wajah
Laisa tetap tidak berubah, masih seperti yang dulu sehingga tidak ada
lelaki yang mau mempersuntingnya. Sementara Uwaknya yang sudah tua saja
masih ‘laku’ menikah. Seperti pada umumnya, gadis dewasa yang tak
kunjung menikah menjadi bahan perbincangan hot di kampung. Begitu pun juga dengan Laisa, menjadi bahan omongan orang.
Sebagai pria mapan dan telah mempunyai
calon pendamping, Laisa menyuruh Dalimunte untuk segera menikahi gadis
itu. Tapi Dalimunte menolak, dengan alasan bahwa dia dan gadis itu hanya
teman biasa. Tanpa basa-basi si gadis yang tersakiti, meninggalkannya.
Dalimunte tetap tidak mau menikah sebelum Laisa menikah. Maklum, mitos
melangkahi menikah kakak pertama itu masih dipercaya oleh penduduk
kampung mereka.
Setelah melalui perdebatan panjang,
Dalimunte pun akhirnya mau menikahi gadis yang sebenarnya ia cintai
dengan seizin Laisa. Pernikahanpun terjadi. Mereka akhirnya dikaruniai
satu anak perempuan yang menggemaskan dan menghibur Laisa dan ibunya.
Setelah menikah, Dalimunte berusaha keras mencarikan jodoh untuk Laisa.
Tapi hasilnya tidak begitu memuaskan. Semua lelaki teman Profesor
Dalimunte menolaknya setelah melihat foto Laisa yang kurang cantik.
Hingga pada suatu malam, Uwak menyampaikan kabar gembira bahwa ada duda
dari desa tetangga yang akan menikahi Laisa.
Jodoh Untuk Laisa
Hari pernikahan pun terjadi, duda desa
tetangga yang belum pernah dilihat Laisa sama sekali itu langsung
menolak ketika Laisa keluar dari kamar. Tidak hanya membatalkan
pernikahan, duda itu juga menjelek-jelekkan Laisa. Hal itu membuat
adik-adik Laisa dan Uwaknya marah, sehingga terjadi keributan. Kegagalan
pernikahan itu membuat Laisa semakin pasrah dan menyerah untuk
dijodohkan.
Dalimunte tak pantang menyerah, ia tetap
saja berusaha keras mencarikan jodoh buat Laisa, kakaknya. Pada suatu
ketika, ia mendengar ceramah seseorang dikantornya. Penceramah tersebut
mengatakan bahwa kecantikan wanita itu jangan dilihat dari luar, tapi
dalam hatinya. Mendengar ceramah lelaki yang ternyata kakak kelasnya
dulu, Dalimunte berniat menjodohkannya dengan Laisa. Dalimunte sangat
yakin perjodohan itu akan berhasil.
Sayang seribu sayang, sewaktu mereka
dipertemukan, mantan kakak kelas Dalimunte itu langsung memalingkan muka
sebab kakak Dalimunte yang tampan itu tak berwajah cantik. Perjodohan
inipun gagal. Laisa sudah tak lagi memikirkan jodohnya. Ia menjalani
hidupnya dengan mengurus tanaman strawberi yang semakin meluas itu.
Lelaki Terakhir Untuk Laisa
Disaat semua orang sudah pesimis,
tiba-tiba teman sekantor Dalimunte mendatanginya dan berniat menikahi
Laisa. Kali ini berbeda, dia sungguh serius. Dalimunte terperanjat, ia
kaget. Dharma, yang ia kenal sudah beristri itu hendak menikahi
kakaknya. Keinginan Dharma disampaikan kepada Uwak dan ibunya. Mereka
bertiga akhirnya memutuskan untuk mencoba mendekatkan Laisa dan Dharma.
Berbeda dengan lelaki yang dijodohkan
sebelumnya, Dharma menarik hati. Sebelum Laisa mengetahui bahwa Dharma
sudah beristri, ia menaruh harap jodohnya adalah Dharma. Sikap Laisa
yang tadinya pendiam tiba-tiba berubah setelah ada Dharma. Laisa menjadi
ceria, setiap hari ia selalu menantikan seseorang datang ke perkebunan
strawberinya. Dharma sungguh membuat hati Laisa berbunga.
Namun, apa yang terjadi Pemirsaaahh…
Ternyata, keinginan Dharma untuk
menikahi Laisa sebagai istri kedua bukan atas kehendaknya. Istri Dharma
lah yang memintanya menikah dengan Laisa. Istri Dharma belum juga
mempunyai anak, itu alasan utamanya. Seperti dalam film india memang,
tapi ini berbeda cerita. Bagian ini merupakan bagian yang paling
menyedihkan. Setelah beberapa hari Dharma bertemu dengan Laisa, ia
memutuskan untuk melamarnya. Hal itu dikemukakan olehnya kepada
Dalimunte. Dalimunte menyetujui dengan syarat, Dharma harus
memberitahukan kepada Laisa bahwa ia sudah beristri.
Tepat seperti apa dugaan pemirsa, Laisa
menolak menikah dengan lelaki yang sudah beristri. Laisa sakit hati, ia
merasa dibohongi Dharma. Dharma yang memang orang baik menjelaskan
kepada Laisa bahwa hal itu bukan keinginannya. Ia tak mau menyakiti hati
istrinya, tapi disisi lain ia telah menyakiti perasaan Laisa. Sudah
jelas, Laisa sungguh kecewa, wajahnya langsung murung, berubah
seketika. Selang sehari, Dharma kembali ke rumah Laisa untuk meminta
maaf. Dharma juga meminta maaf kepada ibu Laisa dan Dalimunte, sekaligus
berpamitan untuk tidak memasuki kehidupan Laisa lagi.
Ada satu bagian yang membuat trenyuh diriku. Menyedihkan, membuat mataku berkaca-kaca…
“Tidak ada wanita yang rela
membagikan suaminya kepada wanita lain. Dan wanita yang melakukannya
rela mengorbankan perasaannya demi orang yang dicintainya. Harusnya Lais
belajar sama istri Abang untuk rela mengorbankan perasaannya demi orang
yang kita sayangi. Bang, Lais mau jadi istri Abang. Jadi istri kedua
Abang”
Lais mengucapkan itu dengan airmata
mengalir di sudut matanya. Ia mau menikah dengan Dharma setelah melihat
pengorbanan keluarganya untuk mencarikan jodoh dan pengorbanan lelaki
yang sedang dihadapinya Dharma yang sudah mau menuruti kemauan istrinya
untuk menikahi Laisa.
Hari pernikahan pun tiba. Semua gembira,
terlebih ibu dan adik-adik Laisa. Akhirnya ada lelaki yang
mempersunting kakak sulungnya. Laisa dan Yashinta juga bahagia, mereka
berdua bercanda dikamar. Sebenarnya Yashinta tidak setuju Laisa menjadi
istri kedua. Tapi Yashinta juga tak mau melihat kakaknya tak jua
menikah.
Pada saat yang sama, ada kabar
mengejutkan terjadi pada Dharma. Kabar bahagia bagi Dharma, kabar
menyedihkan bagi keluarga Laisa. Istri Dharma menelpon bahwa dirinya
telah positif hamil. Meskipun demikian, istri Dharma tidak ingin
suaminya membatalkan pernikahan dengan Laisa yang sudah benar-benar
jatuh cinta kepada Dharma. Saat ijab-qabul pun tiba, entah apa yang ada
dibenak Dharma, tiba-tiba dia mengambil keputusan yang mengagetkan semua
yang hadir. Dharma mengurungkan pernikahan, ia tak mau menyakiti istri
tercintanya. Padahal keputusannya membuat hati Laisa dan keluarga kecewa
berat.
Semua menyalahkan tindakan Dharma. Laisa
tak bisa berbuat banyak, ia hanya menangis sedu. Apa boleh dibuat,
Laisa membiarkan Dharma pergi menemui istrinya. Adik-adiknya, terutama
Dalimunte amat kesal dengan Dharma yang telah menyakiti Laisa. Hampir
saja Dali memukul Dharma, tapi Laisa melerai.
Kanker Paru-paru
Kali ini Laisa benar-benar pasrah akan
keadaan. Keinginan terbesarnya saat itu adalah melihat semua
adik-adiknya menikah. Beberapa waktu setelah Laisa gagal menikah,
Ikanuri dan Wibisana pun akhirnya hendak bertunangan. Tentu saja membuat
Laisa bahagia, karena itu memang keinginannya.
Akan tetapi suatu hal buruk terjadi pada
Laisa. Ia sakit. Batuk yang dikeluarkannya berdarah. Sang Ibu
mengetahuinya, tapi Laisa tak mau dibawa ke rumah sakit. Alasan utamanya
karena beberapa hari lagi pertunangan Ikanuri dan Wibisana. Laisa tak
mau melihat dua adiknya sedih dan membatalkan acara pertunangan. Sebagai
gantinya, Laisa berjanji akan periksa ke dokter tanpa diketahui
adik-adiknya.
Hasil diagnosa dokter menunjukkan bahwa
Laisa mengidap penyakit mematikan, kanker paru-paru. Begitu mendengar
hal itu, ibunya tak kuasa menahan air mata. Laisa tetap tidak ingin
penyakitnya itu diketahui adik-adiknya. Bahkan sampai Ikanuri dan
Wibisana menikah, tidak ada seorangpun yang mengetahui kalau kakaknya
mempunyai kanker paru-paru.
Pernikahan Yashinta
Yashinta adalah anak terakhir yang belum
menikah. Sifatnya keras kepala. Ia tidak mau menikah sebelum kakaknya,
Laisa menikah. Meskipun sudah ada seorang lelaki yang melamarnya di
depan Laisa. Yashinta malah marah besar kepada laki-laki itu. Calon
suami Yashinta itu didesak oleh Laisa agar cepat menikahi Yas. Desakan
halus Laisa kepada calon suami Yas tak lain agar Laisa bisa melihat adik
paling kecilnya menikah dan hidup bahagia. Mengingat kanker paru-paru
Laisa semakin memburuk.
Sakit Laisa belum diketahui
adik-adiknya, tapi dia Ibunya sudah tak tahan lagi untuk mengungkapkan
penyakit Laisa kepada anak-anaknya yang lain. Laisa yang semakin parah
tak bisa memaksa Ibunya memberitahu penyakit kanker itu kepada
adik-adiknya. Sang Ibu memberitahukan sakit Laisa kepada Dalmante,
Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta. Dalam kesibukan masing-masing, mereka
langsung pulang ke rumah setelah membaca sms dari ibunya bahwa Laisa
sakit keras.
Dalmante yang sedang pidato langsung
menghentikannya. Ikanuri dan Wibisana yang hendak ke luar negeri
langsung membatalkannya. Begitupun juga dengan Yashinta yang sedang
berada di luar untuk penelitian bergegas pulang ke rumah Laisa. Saking
terburu-burunya, Yashinta terpeleset dari gurun yang menyebabkan kakinya
patah. Mereka semua lakukan hanya untuk Laisa, kakak pertama yang
selalu mengorbankan segalanya untuk keluarga.
Dalam keadaan sakit, Laisa menginginkan
Yas segera menikah. Ia takut tak sempat melihat pernikahan adik
wanitanya itu. Akhirnya pernikahanpun dilaksanakan. Keinginan terbesar
Laisa kini sudah terpenuhi. Di tengah-tengah kegembiraan keluarga, Laisa
menangis haru sebab obsesinya telah tercapai semua.
Ending…
Akhir ceritanya kurang memuaskan.
Menambah rasa penasaran saya bergejolak. Pasalnya, pikiran saya sudah
mengarah pada kematian Laisa. Tapi dalam film tersebut tidak ditampakkan
proses kematian Laisa. Laisa hanya melambaikan tangan kepada
adik-adiknya meninggalkan rumah dengan berpakaian putih. Wajah Laisa pun
berubah sebagaimana wajah asli Nirina Zubir, cantik. Sudah, begitu
saja.
***
Film tersebut mengandung banyak
pelajaran berharga yang bisa kita petik. Salah satunya bahwa dalam satu
keluarga hendaknya kita saling membantu, jika perlu berkorban untuk satu
sama lain demi kerukunan dalam keluarga tersebut. Dan pastinya masih
banyak hikmah dibalik film Bidadari-Bidadari Surga.
Demikian review film Bidadari-Bidadari Surga versi Tunsa. Maafkan jika hasil reviewnya kacau, harap maklum
No comments:
Post a Comment